Saturday, September 29, 2007

Turunnya Adam

Dimalam ke-14 Ramadhan hanya aku dan ibuku di dapur. Banyak hal yang kita bincangkan, dari hal yang personil sampai ke agama dan ilmu pengetahuan. Tidak disangka omongan yang kerasa singkat itu memakan waktu yang sangat lama. Awalnya hanya ingin membantu ibunda membereskan dapur setelah kita menyantap hidangan makan malam. Menu hari itu bukanlah suatu yang special dimata khalayak ramai, tapi bagiku udang goreng dan sayur bayam itu adalah bukti cinta ibu pada keluarganya.

Perbincanganpun dibuka dengan sindiran kecil tentang cinta putihku. Cerita indah tentang aku dan dia, walaupun kini aku adalah kebenciannya, tapi hatiku masih tersimpan namanya yang indah laksana nirwana. Mungkin sulit baginya untuk memahami ini, tapi ingin rasanya hati meminta rasa sayang itu lagi, tapi apa daya lidah beku ini tak sanggup
berkata tatkala cinta berjalan di depan mata. Hanya doa yang kusantunkan, supaya dia bahagia di dunia dan akhirat kelak. Dari raut wajah ibuku, kutahu dia mengerti perasaanku. "Tenang saja, jodoh itu ditangan Tuhan, kalo emang jodoh ga akan kemana-mana kan?" ujarnya, sembari tersenyum kepadaku.

Itulah Qada dan Qadar Allah swt, semua jalan kehidupan manusia, rezeki, jodoh dan ajal, sudah tertulis dalam kitab Lauful Mahfudh jauh hari sebelum kita dilahirkan. Bahkan kononnya, nabi Adam as pernah menjawab sindiran nabi Musa as dengan berkata: "apakah kamu mencelaku atas sesuatu yang Allah tetapkan kepadaku 40 tahun sebelum aku diciptakan?".

Didalam Qada dan Qadar Allah swt terletak misteri, seperti kisah nabi Adam as yang tertulis di Al-Quran,dalam surat Al-Baqarah ayat 30.

"Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi". Malaikatpun berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?".
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".”


Tapi apakah Allah mengatakan kepada Adam tentang apa yang dibicarakan-Nya dengan Malaikat sebelum pencipataannya? Apakah Allah langsung menjadikan Adam salah satu makhluk bumi? sesungguhnya Allah maha Mengetahui lagi maha Bijaksana.

"Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang2 yang zalim."(QS 2:35)

Allahuakbar, Nabi Adam as diberi kesempatan untuk mendiami surgaNya. Mungkin saya sebagai manusia bodoh, bertanya, "mengapa Allah yang awalnya ingin menjadikan manusia Khalifah di muka bumi, lalu membiarkan Nabi Adam as sebagai manusia pertama, tetap di surga? Apa maksud dari kejadian ini?"

Subhanallah, mungkin disitulah letak salah satu misteri Qada dan Qadar Allah. Dari pandangan saya, seorang yang belum pantas mentafsir Al-Quran, adalah suatu kemungkinan yang sangat besar, Nabi Adam as tidak mengetahui isi perbincangan Allah dan Malaikat sebelum kelahirannya. Tapi walaupun demikian, Allah Sang Kholiq (Pencipta) Yang mengetahui sifat hasil ciptaanNya, memberi sebuah pantangan dengan akibat tanpa alasan. Maksudnya? Pantangannya adalah untuk tidak mendekati sebuah pohon (yang akhirnya disetujui bernama pohon Khuldi), dengan akibat mereka akan termasuk orang yang zalim (apakah orang zalim pantas di surga?). Tapi memang sudah sifat manusia cerdas untuk pengen tahu (neugierig - deutsch) apa alasan dibalik larangan itu. Tapi sayangnya di dalam case Nabi Adam as, jawaban didapatkan dari makhluk yang salah (lagi2, apakah ini sudah Qada Allah? tanyaku dalam hati)

Kesalahan itulah yang membuat Nabi Adam, seperti yang sudah Allah inginkan sejak awal, menjadi Khalifah di bumi ini. Dan terdapat diantara kita manusia yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah.

Setelah itu banyak yang hal yang aku diskusikan dengan ibuku. Namun lambat laun, terlihat uapan2 kecil, dan kelopak mata ibuku-pun tak mampu menahan keinginan mata untuk membawanya ke alam mimpi. Malam itu pun ditutup dengan pertanyaan : "Sudah sampe juz berapa sekarang?", senyumku membuatnya tenang, seraya berbisik "empatbelas“ kumasuki kamarku.